Adagium lex specialis derogat lex generali

Dalam dunia hukum dikenal dengan adanya istilah adagium lex specialis derogat lex generali yang artinya peraturan yang khusus menyampingkan peraturan yang umum.

Implementasi dari adagium tersebut diatas banyak digunakan oleh aparat penegak hukum dalam penegakkan hukum pidana, khususnya dalam pembuatan suatu putusan pengadilan; Dalam beberapa kasus pidana, banyak aparat kejaksaan membuat surat dakwaan terhadap kasus-kasus yang ada kaitannya dengan unsur-unsur yang dapat merugikan keuangan negara seperti dalam kasus kepabeaan, perbankan, perpajakan, illegal loging ataupun illegal fishing menjerat terdakwa dengan dakwaan tindak pidana korupsi;

Pandangan dari Penuntut Umum tersebut beranggapan bahwa terdakwa-terdakwa yang telah memenuhi unsur melawan hukum, unsur yang dapat merugikan keuangan negara, unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain di dalam suatu perbuatan pidana di bidang perbankan, kepabeanan, perpajakan dan illegal loging sebagai perbuatan yang koruptif dengan alasan telah memenuhi semua unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 2 UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberanyasan tindak pidana korupsi.

Tindak pidana di bidang perbankan, kepabeanan, perpajakan, dan illegal loging masing-masing sudah diatur di dalam beberapa ketentuan pidana pada undang-undang perbankan, kepabeanan, perpajakan dan kehutanan yang merupakan suatu ketentuan/peraturan pidana yang bersifat khusus ( lex specialis);

Undang Undang Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi juga merupakan suatu peraturan pidana yang bersifat khusus dibandingkan dengan ketentuan pidana yang bersifat umum (KUHPidana);

Permasalahan yang akan timbul dan menjadi suatu perdebatan dikalangan praktisi hukum adalah apabila suatu tindakan seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU No.31 Tahun 1999 (TiPiKor) sekaligus memenuhi unsur – unsur ketentuan pidana dalam undang-undang perpajakan, kepabeanan, perbankan, maupun illegal loging


Suatu contoh kasus yang terjadi di tengah masyarakat, misalnya seorang yang dengan sengaja tidak membayar bea masuk / cukai, tidak membayar pajak, ataupun mencuri kayu di hutan milik negara. Sudah jelas perbuatan mereka tersebut dilakukan dengan sengaja secara melawan hukum / bertentangan dengan hukum, dapat merugikan keuangan negara, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; unsur-unsur perbuatan mereka tersebut ternyata memenuhi seluruh unsur yang ada dalam ketentuan pidana Pasal 2 UU Tipikor.

Dari contoh kasus tersebut diatas, hukum atau ketentuan pidana manakah yang akan diterapkan dalam penegakkan hukum pidana di Indonesia ? Apakah perbuatan tersebut harus dijerat dengan UU Tipikor atau dijerat dengan undang-undang Kepabenan, perpajakan, perbankan atau kehutanan ?

Azas lex specialis derogat lex specialis tidak dikenal oleh praktisi hukum, namun azas lex specialis derogat lex generali yang pasti dikenal dan berlaku dalam penegakkan hukum pidana untuk suatu kepastian hukum;

Apabila ada suatu aturan khusus berbenturan dengan suatu aturan khusus yang lain dalam suatu kasus sebagaimana tersebut diatas, maka secara teoritis salah satu aturan khusus tersebut harus dikategorikan dan dijadikan suatu aturan yang umum, agar Azas lex specialis derogat lex generali dapat diterapkan dan dijadikan suatu dasar untuk memberlakukan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa;

Menurut doctrin hukum pidana, azas lex spesialis derogat lex generali dapat ditinjau / dipandang dari 2 sifat, yaitu :

  1. Suatu aturan khusus yang bersifat logis ( logische specialiteit) , dan
  2. aturan khusus yang bersifat sistematis / yuridis ( Systematische / Yuridische specialiteit );

Menurut pandangan secara logis, suatu ketentuan pidana itu dianggap sebagai suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus, apabila ketentuan pidana itu disamping memuat unsur-unsur yang lain, juga memuat semua unsur dari suatu ketentuan pidana yang bersifat umum;

Sedangkan menurut pandangan secara Yuridis/ Sistematis, suatu ketentuan pidana itu secara jelas dapat diketahui, bahwa pembentuk undang-undang memang bermaksud untuk memberlakukan ketentuan pidana tersebut sebagai suatu ketentuan pidana yang khusus di bidang yang khusus;

Dengan demikian apabila ada seseorang yang secara sengaja melakukan suatu perbuatan mencuri kayu di hutan negara, atau memiliki, membawa dan mengangkut kayu tanpa dilengkapi SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan), menurut pembentuk undang-undang kepada mereka tersebut sebagai perbuatan illegal loging dan melanggar UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan, dan bukan sebagai perbuatan yang koruptif, walaupun perbuatan mereka tersebut memenuhi unsur Pasal 2 UU Tipikor, begitu pula bagi masyarakat yang dengan sengaja tidak membayar pajak seperti tidak membayar PBB atau tidak membayar Pajak kendaraan bermotor, maka harus dijerat dengan UU perpajakan dan bukan UU Tipikor, karena secara yuridis, penbentuk UU telah menghendaki atau bermaksud untuk memberlakukan ketentuan perpajakan bagi mereka yang tidak membayar pajak walaupun perbuatan merelka memenuhi unsur – unsur yang termuat dalam Pasal 2 UU Tipikor;

Oleh: Hanjar Makhmucik, S.H.,M.H.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *