
Maturasi pubertal dikontrol oleh berbagai interaksi yang kompleks antara faktor-faktor biologis dan lingkungan. Perubahan-perubahan biologis yang terjadi berhadapan dengan sejumlah perubahan yang terjadi serentak atau beriringan dalam ranah-ranah penting kehidupanan remaja. Bagaimana masing-masing aspek transisional ini berinteraksi mempunyai implikasi bagi penyesuaian sepanjang kehidupan. Bahan pertama lebih berfokus pada aspek biologis pada pubertas, dan bahan kedua ini berfokus pada faktor lingkungan, terutama relasi sosial remaja pada fase pubertas. Pertama-tama, diskusi akan diarahkan pada pengalaman asuhan dalam keluarga, khususnya apa yang menjadi determinan dan konsekuensi dari pengalaman asuhan ini pada remaja. Lingkungan rumah/keluarga berpengaruh tidak saja pada perkembangan biologis, namun juga perkembangan psikologis dan keprilakuan, termasuk perilaku seksual, mating, dan parenting behavior.
Banyak teori maupun hasil riset menunjukkan bahwa proses-proses dalam keluarga yang berakibat pada stress berdampak pada akselerasi permulaan (onset) pubertas, sedangkan lingkungan pengasuhan yang suportif berdampak sebaliknya. Pengasuhan (parenting) yang kasar, relasi orangtua-anak yang berkonflik, dan konflik perkawinan memberkan pesan kepada anak bahwa dunia adalah sebuah tempat yang tidak aman dan nyaman. Anak dalam pengalaman seperti ini menaruh kepercayaan bahwa pengasuhan dan dukungan orang lain adalah hal yang tidak bisa diandalkan. Lalu sebagai strategi keluar (exit strategy) bagi mereka adalah menjadi dewasa (matang) lebih awal, mengalami seks lebih dini, dan mempunyai partner yang majemuk dalam relasi yang juga tidak stabil, hamil dan mempunyai anak (dan jumlah anak lebih dari teman sebayanya), dan selanjut kalau sudah mempunyai anak, merekapun tidak meluangkan waktu yang memadai untuk momong anak mereka. Strategi reproduktif demikian lalu menjadi pola yang diturunkan dari generasi satu ke generasi selanjutnya.
Berbagai riset telah menunjukkan bahwa konflik dan kekerasan yang lebih besar dalam relasi anak-orangtua menjandi prediksi bagi terjadinya timing pubertas yang lebih dini (Belsky dkk, 2007). Kualitas keterlibatan orangtua sejak dini dalam relasi dengan anak, entah itu bersifat disfungsional atau lebih positif dan caring, memainkan peranan di dalam meregulasi timing menarke pada remaja putri. Relasi yang lebih penuh perhatian dan perasaan antara orangtua dan anak presempuan, menghasilkan usia menarke yang lebih tinggi. Temuan juga menunjukkan bahwa struktur keluar juga menjadi prediktor bagi timing pubertas. Contohnya, efek dari tidak hadirnya ayah dalam rumahtangga berhubungan anak putri yang lebih cepat matang.
Dalam konteks pengasuhan keluarga dan pubertas, maka beberapa hipotesis sebagaimana diungkapkan oleh Belsky dan kawan-kawan (2007) akan disampaikan di sini. Pertama, pengalaman hubungan sosial yang positif dan negatif memberi kontribusi pada timing pubertas, dengan maturasi pubertal terjadi lebih dini apabila relasi keluarga lebih negatif (atau kurang positif). Tidak bisa dipastikan apakah kehadiran atau ketidak-hadiran ayah serta kualitas relasi ayah-anak memprediksikan timing pubertas ataukah perilaku maternal dan relasi ibu-anak juga berpengaruh. Namun Belsky percaya bahwa relasi ayah-anak, sebagaimana halnya relasi ibu-anak, memprediksikan timing pubertas, khususnya pada anak putri. Kedua, kekuatan keluarga lebih kuat sebagai faktor prediktif untuk timing pubertas, khsusunya pada remaja putri mengingat bahwa perkembangan reproduktif putri lebih sensitif terhadap pengalaman sosial daripda perkembangan reproduktif anak laki-laki. Ketiga, pengalaman keluarga dalam lima thun pertama kehidupanan bersifat lebih prediktif menyangkut timing pubertas daripada pengalaman sesudahnya. Keempat, pengalaman sesudah lima tahun pertama kehidupan akan tetap bepengaruh kuat pada kesejahteraan psikologis anak.
Belsky, J. et al. (2007). Family rearing antecedents of pubertal timing. Child development, 78, 1302-1321.