Kediri – Belakang ini sering terjadi kasus kriminalisasi hukum pada anggota Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender atau biasa di sebut LGBT). Seperti yang terjadi di Kabupaten Tulungagung, yang melibatkan salah satu anggota Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas Tulungagung,. mereka merasa resah oleh tindakan aparat yang seolah sengaja membidik dan mengincar anggota Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas.
Selain itu, mereka mengaku sangat risih dengan adanya pemberitaan media yang terkesan vulgar dan tendensius dan mendiskreditkan kelompok minoritas gender dan seksualitas.
Padahal selama ini mereka juga aktif bekerja sama dengan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam program – program seperti pariwisata, seni-budaya, kesehatan, termasuk didalamnya program penanggulangan HIV-AIDS dan pendampingan sosial, namun sampai saat ini keberadaannya di masyarakat masih belum diterima dengan baik.
Sementara itu Direktur Redline Indonesia, Hanjar Makhmucik menyebutkan jika sudah banyak kasus kriminalisasi hukum pada Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas yang terjadi di Kediri dan Tulungagung pada tahun 2018-2020, Setidaknya terakhir ini terdapat enam kasus di Tulungagung yang diungkap Polda Jawa Timur.
“Adanya pengungkapan berturut turut ini memberikan dampak terhadap program sosialisasi HIV AIDS. Banyak kelompok sasaran yang bersembunyi dan takut sehingga sulit untuk dilakukan kontrol serta pemeriksaan. Mereka takut dan merasa seolah olah diawasi sehingga selalu bersembunyi,” pungkasnya.
“Memang selama ini Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas memiliki Stigma negatif di masyarakat, bahkan diskriminasi dan kekerasan baik secara psikis dan fisik sering dilontarkan pada anggota komunitas tersebut,” Ujarnya
“Kekerasan dan pelecehan seksual juga kerap mereka alami. Namun disisi lain produk- produk hukum tidak berpihak, proses penegakan hukum bagi mereka tidak setara dan diskriminatif terutama pada layanan publik.”
“Hal ini secara tidak langsung berdampak pada tidak terpenuhinya hak sipil, politik, dan hak ekonomi, sosial budaya. Komunitas minoritas gender dan seksualitas masih dianggap penyakit masyarakat, orang-orang yang “berbahaya” , tidak berguna, merusak moral bangsa dsb. Keamanan, kenyamanan dan keselamatan kelompok ini semakin sulit untuk ditemukan, belum lagi Media juga mempunyai andil besar pada maraknya diskriminasi dan kekerasan terhadap komunitas minoritas gender dan seksualitas melalui narasi-narasi negatif yang terus disebarkan yang tidak sesuai fakta.” Imbuhnya
“Oleh karena itu Redline mengelar kegiatan diskusi dan update hasil pendampingan kasus hukum dan psikososial, pada kelompok Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas dalam upaya untuk meningkatkan dukungan serta kebijakan program terhadap keberadaan komunitas minoritas gender dan seksualitas khususnya di Kediri, Tulungagung dan Sekitarnya”
“Kegiatan ini bertujuan untuk Memberikan update pendampingan hukum dan psikososial terhadap Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas ,Membangun kesepemahaman dan dukungan bersama terhadap perlindungan hukum, serta menjembatani komunitas dengan awak media, sehingha dapat Meminimalisir berita buruk terhadap anggota Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas.” Tambah Pria yang akrab di pangil Anjar tersebut.
Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Grand Surya Kediri, pada hari Minggu (24/09/2020) tersebut setidaknya di hadiri kurang lebih 50 orang dari perwakilan Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas di di Kediri, Tulungagung dan Sekitarnya. Meskipun kegiatan dilakukan di tengah Pandemi Covid-19, namun para peserta tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Foto Bersama Peserta Kegiatan Diskusi Pendampingan Kasus Hukum dan Psikososial pada Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas oleh Yayasan Redline di Hotel Grand Surya Kediri, Minggu (24/09/2020) |
Pada Kesempatan itu direktur Redline juga memaparkan materi tentang program advokasi dan psikososial kepada Kelompok Minoritas Gender dan Seksualitas, serta update kasus yang telah terjadi dan ditangani oleh Yayasan Redline Indonesia ada 10 kasus. Dari 10 kasus tersebut semuanya sudah putusan akan tetapi ada 2 kasus yang masih dalam tahap KASASI. (Red:mdf)