Ultra Petita Pidana

Menurut istilah, ultra petita di ambil dari kata Ultra yakni Lebih, melampaui, ekstrim, sekali dan Petita yakni permohonan. Ultra Petita adalah penjatuhan putusan oleh Majelis hakim atas suatu perkara yang melebihi tuntutan atau dakwaan yang diajukan oleh jaksa Penuntut umum atau menjatuhkan putusan terhadap perkara yang tidak diminta oleh Jaksa penuntut umum.  Menurut I.P.M. Ranuhandoko dalam “buku Terminologi Hukum” ultra petita adalah melebihi yang diminta. Ultra petitum diatur dalam pasal 178 ayat (3) HIR dan pasal 189 ayat (3) RBg yang melarang seorang hakim memutus melebihi apa yang dituntut(petitum).

Ultra petitum dilarang sehingga putusan-putusan judec factie yang dianggap melanggar atau keluar dari norma dan asas kepatutan atau kebenaran dengan alasan “salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku”. Hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya (ultrapetitum partium non cognoscitur)Tentunya hal ini terkesan bertolak belakang antara asas ultra petitum dan juga fungsi dasar dari seorang hakim, bahwa di satu sisi hakim diberikan keleluasaan yang seluas-luasnya guna untuk melakukan (ijtihad) penemuan-penemuan hukum akan tetapi disisi lain hakim dibatasi bahkan dilarang untuk melakukan ijtihad tersebut dengan adanya pasal 178 ayat (3) HIR dan pasal189 ayat (3) RBg tersebut. Dalam sudut pandang lain, Satjipto Rahardjo memberikan gagasan-gagasan terbaru dalam memaknai hukum, dengan konsep teori hukum progresifnya, yang mana hukum tidak hanya dimaknai secara tekstual saja. Sehingga pemaknaan terhadap asas ultra petitum partium yang terdapat dalam pasal 178ayat (3) HIR dan pasal 189 ayat (3) RBg, dapat diberikan pemaknaan lain dengan menggunakan teknik-teknik penemuan hukum guna mendapatkan keadilan yang sesuai dengan keadilan dalam masyarakat.

Pemeriksaan perkara pidana yang dicari adalah kebenaran materil. Sehingga hakim dalam memeriksa perkara bersifat aktif dan bebas mempertimbangkan segala sesuatunya yang terkait dengan perkara  yang sedang diperiksa tersebut. Di dalam KUHAP tidak ada satu pasal pun yang mengatur keharusan hakim untuk memutus perkara sesuai dengan tuntutan jaksa. Hakim bebas menentukan berat ringannya pemidanaan sesuai dengan batasan minimum dan maksimum hukuman atas perkara yang diperiksa. Putusan hakim kasus pidana  pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan publik.  Sehingga putusan ultra petita dibenarkan sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas atau publik.

Menurut Sudikno Mertokusumo dalam bukunya menjelaskan bahwa hakim dalam Pengadilan Negeri diperbolehkan memberikan putusan melebihi apa yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam hal ini yang memiliki hubungan yang erat satu sama lain sebab hakim dalam menjalankan fungsi dan tugasnya bersifat aktif dan berusaha memberikan putusan yang sesuai dengan keadilan dalam menyelesaikan suatu perkara. 

oleh: Hanjar Makhmucik S.H., M.H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *