Di tahun 2012, Menurut UNAIDS, Indonesia adalah satu dari sembilan negara dengan tingkat HIV yang terus mengalami kenaikan, dengan infeksi baru mengalami kenaikan lebih dari 25% antara 2001 sampai 2011. Dengan pengecualian di provinsi Papua dan Papua Barat, dengan tingkat epidemi HIV yang rendah pada populasi umum (estimasi prevalensi dari populasi umum adalah sebesar 2.3% di tahun 2013) Indonesia terus menghadapi epidemi HIV terkonsentrasi yang terdiri dari beberapa epidemi yang saling berkaitan di komunitas “populasi kunci yang terdampak”. Konteks HIV di populasi kunci yang terdampak di Indonesia mencakup wanita pekerja seks beserta pelanggannya, Transgender (Waria) dan pasangannya, pengguna narkoba jarum suntik, lelaki yang melakukuan hubungan seks dengan lelaki (LSL) dan warga binaan. Estimasi jumlah orang yang hidup dengan HIV di Indonesia pada tahun 2014 adalah sebanyak 638.537 orang. Tingkat estimasi dari prevalensi HIV di tingkat nasional adalah 0.41% diantara orang dengan rentang usia antara 15-49 tahun di tahun 2014. Estimasi dari prevelensi HIV di tingkat provinsi berkisar dari 0.1% atau kurang sampai dengan lebih dari 3%. Kasus AIDS secara kumulatif yang dilaporkan sampai dengan September 2014 berkisar antara 0.5 per 100.000 penduduk di Sulawesi Barat sampai dengan 359per 100.000 penduduk di Papua. Yayasan Redline Indonesia sebagai salah satu SSR yang mendapatkan dukungan pendanaan dari di tahun 2018-2020, memiliki tanggung jawab sosial untuk turut serta dalam usaha-usaha pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia. Dalam program ini, Yayasan Redline Indonesia akan bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan penjangkauan populasi kunci LSL dan Waria di 4 Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Timur. Dalam pelaksanaan program dan intervensi tersebut, Yayasan Redline Indonesia akan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan pemangku kepentingan lainnya. Untuk melihat perkembangan pelaksanaan program tersebut, maka diperlukan monitoring dan evaluasi program yang berfungsi untuk mengukur sejauh mana efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program dan anggaran dalam mencapai target dan tujuan program. Tujuan a. Sebagai sarana bagi SSR bekerja lebih efektif dan efisien dalam mencapai target kegiatan dan tujuan program. b. Sebagai alat komunikasi yang menguraikan berbagai peran dan tanggung jawab monitoring dan evaluasi dari setiap pihak dalam program ini. c. Mengatur rencana untuk pengumpulan data, analisis, penggunaan, dan pemantauan kualitas data. d. Menguraikan strategi dan sebagai alat untuk mendorong pengambilan keputusan yang berbasis bukti. e. Mengatur berbagai kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dilakukan dalam rangka mengukur pencapaian target-target program. f. Melibatkan berbagai pihak di luar pelaksana program ini sehingga monitoring dan evaluasi yang dilakukan dapat diintegrasikan pada kerangka monitoring dan evaluasi yang lebih luas. Output a. Mengetahui kondisi dilapangan terkait pelaksannan program penanggulangan HIV-AIDS pada populasi kunci LSL dan Transgender di Tulungagung. b. Adanya koordinasi terkait alur pelaporan dan berkas pelaporan PL serta proses verifikasi data rujukan dari layanan. c. Adanya informasi terkait situasi dan kondisi layanan yang ada di Kabupaten Tulungagung. Orang yang terlibat dalam kegiatan ini antara lain: 1. Tim SSR : 1 orang 2. Koordinator Lapangan Tulungagung : 1 orang 3. Komunitas LSL : 3 orang Hasil Tim SSR Redline Indonesia berangkat menuju Tulungagung, dengan tujuan bertemu dengan KL dan Tim PL serta komunitas LSL – TG Tulungagung. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan koordinasi dan melakukan assessment kondisi pelaksanaan program di tulungagung. Monitoring ini lebih menekankan terkait kegiatan, penjangkauan, rujukan dan kemitraan yang terjalin dengan stakeholder terkait, serta pentingnya ketepatan laporan mingguan oleh KL ke staff monev. Program penjangkauan dan rujukan aktif dilakukan oleh PL di 5 Klinik VCT PKM, layanan ini dianggap ramah terhadap komunitas. Kegiatan mobile juga aktif dilakukan bekerjasama dengan dinkes di beberapa hotspot dan kampus, sasaran mobile lebih ditekankan pada lokasi yang telah terjalin kerjasama dengan PL dan KPAD. Dalam hal pelaporan, selama ini tulungagung masih sering terlambat dalam proses pelaporan baik mingguan maupun bulanan yang dilakukan oleh KL, hal tersebut, berdampak pada terlambatnya laporan dari SSR ke SR. sehingga perlu dilakukan penekanan terhadap KL dan PL untuk tertib membuat dan menyerahkan laporan ke Staff Monev. Kesimpulan · Koordinasi Tim Tulungagung (Koordinator Lapangan) berjalan dengan baik, akan tetapi perlu peningkatan untuk kedisiplinan dalam teknis pengumpulan laporan ke SSR. · Koordinasi yang baik dengan pihak layanan harus terus ditingkatkan agar pihak layanan maupun komunitas yang dirujuk ke layanan dapat merasa nyaman untuk akses layanan kesehatan, baik dirujuk PL ataupun datang secara mandiri ke layanan kesehatan. Oleh, Hanjar Makhmucik, S.H, M.H Direktur yayasan redline indoenesia |