Relasi dengan teman sebaya

Sudah dipahami oleh para ahli dan pendidik bahwa ancaman terbesar pada kesejahteraan dalam perkembangan dan kesehatan mereka adalah hal-hal yang sebenarnya dipicu oleh individu remaja sendiri (self-inflicted) dan hal-hal ini bisa dicegah. Kita mengetahui bahwa remaja-remaja muda, dibandingkan mereka yang lebih dewasa, banyak terlibat dalam tindakan-tindakan yang mengandung resiko seperti ngebut, binge drink, casual partner, perilaku seks perilaku kekerasan dan bahkan kriminal. Perilaku beresikoini jauh lebih banyak terjadi ketika remaja berada bersama teman.

Di satu sisi memang benar bahwa remaja dalam periode perkembangan ini banyak meluangkan  waktu dengan teman-teman sebaya (peer group). Diperkirakan bahwa kehadiran peer group bisa mendokrak resiko hingga dua kali (O’Brien, Albert, Chein, & Steinberg, 2011). Bagaimana mekanisme kehadiran teman sebaya berpengaruh atas pengambilan-keputusan beresiko tidaklah jelas, namun perspektif treoretis yang menjelaskan ekonomi keperilakuan, yakni individu melakukan persepsi, assesmen dan mempertimbangkan untung rugi dari pilihan-pilihan tindakan. Hadirnya teman-teman sebaya membuat pertimbangan ini menjadi bias, karena potensi reward yang segera diperoleh dari teman-teman ini. Selain itu adanya peluang diterimanya reward dari teman, hal lain yang juga terjadi adalah reward tersebut bisa segera dirasakan. Jadi, penundaan gratifikasi (delayed gratification) menjadi sulit berkembang, padahal kedewasaan psikologis mempersyaratkan berkembangnya kemampuan untuk menunda kepuasan. O’Brian dkk berspekulasi bahwa hadirnya teman sebaya bisa berfungsi pada level neurobiologis yang mensensitifkan individu untuk menempatkan reward segera sebagai nilai yang penting.

Menjadi populer atau tidak merupakan salah satu perhatian yang besar dalam kehidupan remaja. Relasi antar-teman dan kelompok untuk sebagian besar bergerak dalam dimensi popularitas. Status dalam pertemanan atau kelompok diukur dari derajat kepopuleran anggotanya. Apa yang membuat individu yang populer menjadi menarik di mata teman-teman untuk dijadikan teman? Afiliasi dengan teman populer menolong remaja lain mencapai tujuan dan keuntungan sosial. Pertemanan dengan orang yang populer berpotensi mendongkrak status bagi mereka yang mendekati tokoh yang populer dan pada gilirannya mereka ini terimbas ikut menjadi populer.

Keuntungan lainnya yang juga dicari oleh remaja adalah afeksi, yakni rasa disukai (Dijkstra, Cillessen, Lindenberg, dan Veenstra, 2010). Afiliasi dengan teman yang populer mempunyai andil bagi diperolehnya afeksi dari orang-orang lain. Namun mempertahankan status dan afeksi pada saat bersamaan merupakan tugas yang sulit, terutama apabila status dijadikan ekspresi superioritas.

Dijkstra, J.K., Cillessen, A.H.N., Lindenberg, S., & Veenstra, R. (2010). Basking in reflected glory and tis limits: Why adolescents hang out with popular peers. Journal of research on adolescence, 20, 942-958.

Hanjar Makhmucik, S.H,M.H – Direktur yayasan redline indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *