
Epidemi HIV di Indonesia terkonsentrasi pada populasi kunci: laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), transgender (TG), penasun (IDU) dan perempuan pekerja seks. Hingga akhir Desember 2019 , Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan jumlah total 127.613 ODHIV atau sekitar 19,55% yang baru mengikuti pengobatan ARV jika dibandingkan dengan total estimasi ODHIV yang sebesar 652.853. Pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk penguatan fasilitas layanan kesehatan dengan harapan semakin kuatnya sistem layanan kesehatan di Indonesia. Namun demikian Indonesia masih menghadapi persoalan yang cukup besar, khususnya untuk meningkatkan jumlah orang yang mengetahui status HIV-nya. Hal ini penting, karena setelah mengetahui statusnya, maka mereka diharapkan akan segera datang ke layanan untuk mendapatkan pengobatan ARV.
Beberapa model pendekatan tes HIV saat ini sedang dikembangkan untuk meminimalkan hambatan fisik dan psiko-sosial agar populasi kunci dapat terujuk kelayanan tes HIV. Ini termasuk didalamnya (1) pengujian (tes cepat) di fasilitas kesehatan, (2) penggunaan klinik keliling, (3) melalui “klinik komunitas” (yaitu, klinik swasta) yang menyediakan layanan “ramah” untuk populasi kunci (LSL, WPS, TG dan Penasun), dan (4) Skrining HIV Mandiri HIV oleh komunitas. Dalam pendekatan poin 4 tersebut diharapkan mereka yang dengan hasil Skriningnya poistif dapat dirujuk untuk pengujian tes diagnostik HIV di fasilitas layanan terdekat.
Melihat masih banyaknya populasi kunci yang belum terjangkau, sudah saatnya Indonesia perlu bergerak lebih cepat untuk mempertimbangkan agar pendekatan Skrining HIV Mandiri dengan OFT ini dapat dimasukkan dalam program HIV nasional. Keunggulan Skrining HIV Mandiri terbukti mampu menembus komunitas yang memiliki kendala dalam mengakses fasilitas layanan kesehatan dengan didampingi oleh peran komunitas penjangkau. Dalam konteks ini, ketika Skrining HIV Mandiri menjadi program komunitas, bukan berarti akan berdiri sendiri, namun tetap sebagai bagian dari sistem kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu Skrining HIV Mandiri ini tidak dilihat sebagai isu programatik saja, namun memasukkannya pada tingkat kebijakan untuk menjadi bagian dari strategi pendekatan tes HIV Nasional yang akan saling melengkapi agar dapat mengisi gap yang ada saat ini dengan mendobrak hambatan akses (waktu, privasi, ketakutan, dll) bagi mereka yang masih tersembunyi.
Spiritia.id